Minggu, 04 Mei 2014

APATRIDE, BIPATRIDE, MULTIPATRIDE




APATRIDE
            Apatride berasal dari kata a artinya tidak dan patride artinya kewarganegaraan. Jadi,Apatride adalah orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan. Apatride ini bisa dialami oleh orang yang dilahirkan dari orang tua yang negaranya menganut asas ius soli di negara atau dalam wilayah negara yang menganut asas ius sanguinis. Orang tersebut tidak mendapat kewarganegaraan orang tuanya karena tidak lahir di dalam wilayah negara orang tuanya, dan tidak mendapatkan kewarganegaraan dari negara tempat ia dilahirkan karena ia lahir dari orang tua yang bukan warga negara tempat ia dilahirkan itu.
            Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut ius soli lahir di negara yang menganut ius sanguinis. Untuk mencegah apatride, UU No. 62 Tahun 1958 pasal (10) huruf (f) menyatakan bahwa anak yang lahir di wilayah Indonesia selama orang tuanya tidak ketahui adalah warga negara Indonesia.
            Misalnya : Seorang keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis) Maka orang tersebut bukan warga negara A maupun warga negara B.
            Contoh :
1.      Agus dan Ira adalah status suami dan istri dari Negara B Ius Soli. Mereka tinggal di Negara A yang berasas Ius Sanguinis. Kemudian Budi anak mereka lahir, menurut Negara A, Budi tidak diakui sebagai warga negara A, karena orang tua bukan warga negara. Demikian menurut Negara B, Budi tidak diakui sebagai warga negara, karena lahir di wilayah lain. Dengan demikian Budi tidak memiliki kewarganegaraan atau Apatride .
2.      Jennifer Lopez memiliki darah keturunan bangsa Latin ( Brazil ) , tapi ia lahir di Belanda . Jadi Jennifer tidak memiliki status kewarganegaraan dari kedua Brazil dan warga Belanda . Brasil tidak mengakui Jennifer Lopez sebagai warga negara karena ia lahir di luar negara Brazil . Dan dia bukan warga negara Belanda , karena ia tidak memiliki darah atau keturunan bangsa Belanda .




BIPATRIDE
            Bipatride berasal dari kata bi artinya dua dan patride artinya kewarganegaraan. Jadi,Bipatride adalah orang-orang yang memiliki kewarganegaraan rangkap (ganda). Bipatride ini bisa dialami oleh orang yang dilahirkan oleh orang tua yang negaranya menganut asas ius sanguinis di dalam wilayah negara yang menganut asas ius soli. Oleh negara asal orang tuanya orang itu dianggap sebagai warga negara karena ia adalah keturunan dari warga negaranya. Sedang oleh negara tempat dimana orang itu lahir, ia juga dianggap warga negara karena lahir dalam wilayah negara yang bersangkutan. Jadi, orang itu berkewarganegaraan rangkap, yaitu kewarganegaraan negara asal orang tuanya dan kewarganegaraan negara tempat ia dilahirkan.
            Bipatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut ius sanguinis lahir di negara lain yang menganut asas ius soli maka kedua negara tersebut menganggap bahwa anak tersebut sebagai warga negaranya. Setelah usia 18 tahun atau telah menikah jika punya lebih dari satu kewarganegaraan (bipatride) maka harus memilih salah satu.
            Kasus kewarganegaraan ganda ini dalam realitas empiriknya merupakan kelompok status hukum yang tidak baik karena dapat mengacaukan keadaan kependudukan kedua negara ini. Untuk mencegah bipatride maka UU No. 62 Tahun 1958 pasal 7 menyatakan bahwa seorang perempuan asing kawin dengan laki-laki WNI dapat mendapat kewarganegaraan Indonesia dengan syarat dia harus meninggalkan kewarganegaraan asalnya.
            Misalnya : Seorang keturunan bangsa C (Ius Sanguinis) lahir di negara D (Ius Soli). Sehingga karena ia keturunan negara C, maka dianggap warga negara C, tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga negara, karena ia lahir di negara D.
            Contoh :
1.      Adi dan Ani adalah suami dan istri dengan status warga Negara A Ius Sanguinis, tetapi mereka berdomisili di Negara B yang menganut prinsip Ius Soli. Lalu anak mereka lahir, Dani. Menurut Negara A, Dani adalah warga negara, karena mengikuti kewarganegaraan orang tua mereka. Menurut Negara B, Dani juga warga negara, karena tempat kelahirannya adalah di Negara B. Sehingga Dani memiliki status kewarganegaraan ganda atau Bipatride.
2.      Ayah Bao Cun Lai adalah seorang Cina, Tapi Bao Cun Lai lahir di Inggris. Jadi dia memiliki kewarganegaraan ganda, yang merupakan warga negara Inggris yang menerapkan prinsip kewarganegaraan berdasarkan tempat kelahiran, serta warga China yang menganut prinsip kewarganegaraan berdasarkan hubungan darah .

MULTIPATRIDE
Multipatride adalah seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraanMultipatride, terjadi jika seorang pria berkewarganegaraan A menikah dengan seorang wanita berkewarganegaraan B, negara A dan B menganut asas ius sanguinis. Mereka pindah ke negara Cyang menganut asas ius soli, lalu mereka melahirkan seorang anak di negara C. Secara otomatis si anak tersebut memiliki 3 kewarganegaraan sekaligus yaitu kewarganegaraan negara A, B dan negara C.
            Misalnya : Seorang yang BIPATRIDE juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia tidak melepaskan status bipatridenya.
            Contoh : Ayah Bao Cun Lai adalah seorang Tionghoa. Namun karena Bao Cun Lai lahir di Inggris, maka dia memiliki dua kewarganegaraan, yaitu sebagai warga negara Inggris yang menerapkan asas kewarganegaraan berdasar tempat kelahiran, juga sebagai warga negara China yang menganut asas kewarganegaraan yang didasarkan pada hubungan darah. Aneh, suatu ketika Bao Cun Lai mendapat kehormatan untuk menjadi warga negara lain yang mengijinkan seseorang memiliki status kewarganegaraan ganda, namun karena dia tidak melepas statusnya sebagai warga negara China maupun Inggris, maka dia memiliki tiga kewarganegaraan sekaligus.
Permasalahan tersebut di atas harus di hindari dengan upaya:
·         Memberikan Kepastian hukum yang lebih jelas akan status hukum kewarganegaran seseorang.
·         Menjamin hak-hak serta perlindungan hukum yang pasti bagi seseorang dalam kehidupan bernegara.

Kewarganegaraan ganda




Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kewarganegaraan ganda adalah sebuah status yang disematkan kepada seseorang yang secara hukum merupakan warga negara sah di beberapanegaraKewarganegaraan ganda ada karena sejumlah negara memiliki persyaratan kewarganegaraan yang berbeda dan tidak eksklusif. Secara umum, kewarganegaraan ganda berarti orang-orang yang "memiliki" kewarganegaraan ganda, tetapi secara teknis diklaim sebagai warga negara oleh masing-masing pemerintah negara bersangkutan. Karena itu, mungkin saja bagi seseorang menjadi warga negara di satu negara atau lebih, atau bahkan tanpa kewarganegaraan.
Daftar isi

1 Kewarganegaraan multinegara
2 Lihat pula
3 Catatan kaki
4 Bacaan lanjutan
5 Pranala luar
Kewarganegaraan multinegara[sunting | sunting sumber]
Masing-masing negara mengikuti alasan-alasan mereka sendiri dalam menetapkan kriteria mereka untuk kewarganegaraan. Setiap negara memiliki persyaratan berbeda mengenai kewarganegaraan, serta kebijakan berbeda mengenai kewarganegaraan ganda. Hukum-hukum tersebut kadang meninggalkan celah yang memungkinkan seseorang mendapatkan kewarganegaraan lain tanpa menghapus kewarganegaraan asli, sehingga menciptakan kondisi bagi seseorang untuk memiliki dua kewarganegaraan atau lebih. Berikut adalah persyaratan umum bagi seseorang untuk memperoleh kewarganegaraan di suatu negara:
Sedikitnya satu orang tua adalah warga negara di negara tersebut (jus sanguinis).
Orang tersebut lahir di teritori negara bersangkutan (jus soli)
Orang tersebut menikahi seseorang yang memiliki kewarganegaraan di negara bersangkutan (jure matrimonii).[1]
Orang tersebut mengalami naturalisasi.
Orang tersebut diadopsi dari negara lain ketika masih di bawah umur dan sedikitnya satu orang tua asuhnya adalah warga negara di negara bersangkutan.[2]
Orang tersebut melakukan investasi uang dalam jumlah besar: Austria,[3] SiprusDominika dan St. Kitts & Nevis.[4]
Setelah kewarganegaraan diberikan, negara pemberi dapat atau tidak dapat mempertimbangkan penghapusan kewarganegaraan lamanya secara sukarela agar sah. Dalam hal naturalisasi, sejumlah negara mensyaratkan pendaftar naturalisasi untuk menghapus kewarganegaraan mereka sebelumnya. Sayangnya, penghapusan tersebut bisa saja tidak diakui oleh negara bersangkutan. Secara teknis, orang tersebut masih memiliki dua kewarganegaraan.
Misalnya, Hakim Agung Amerika Serikat John Rutledge menyatakan "seseorang boleh menikmati hak kewarganegaraan di bawah dua pemerintahan pada saat yang sama,"[5] tetapi AS mensyaratkan pendaftar naturalisasi untuk menghapus kewarganegaraan lamanya sebagai bagian dari upacara naturalisasi.[6] Untuk warga negara Britania Raya, pemerintah menghormati penghapusan kewarganegaraan hanya jika diselesaikan dengan otoritas Britania.[7] Akibatnya, warga negara Britania yang dinaturalisasi di Amerika Serikat masih menjadi warga negara Britania di mata pemerintah Britania meski sudah menghapus kewarganegaraannya untuk memenuhi persyaratan otoritas Amerika Serikat.
Republik Irlandia menyatakan hukum kewarganegaraannya terkait dengan "pulau Irlandia", sehingga juga meliputi Irlandia Utara yang merupakan teritori Britania Raya. Karena itu, siapapun yang lahir di Irlandia Utara dan memenuhi persyaratan untuk menjadi warga negara Irlandia melalui kelahiran di pulau Irlandia (atau lahir di luar Irlandia dengan orang tua berkewarganegaraan Irlandia) boleh menikmati hak kewarganegaraan Irlandia dengan melakukan hal-hal yang hanya boleh dilakukan warga negara Irlandia (misalnya memperoleh paspor Irlandia). Sebaliknya, orang yang belum melakukan hal tersebut tidak berarti bahwa mereka tidak dianggap sebagai warga negara Irlandia. Lihat hukum kewarganegaraan Irlandiadan hukum kewarganegaraan Britania Raya. Orang yang lahir di Irlandia Utara adalah warga negara Britania Raya dengan dasar yang sama sebagaimana orang yang lahir di daerah lain di Britania Raya. Orang yang lahir di Irlandia Utara boleh memilih untuk memegang paspor Britania Rayapaspor Irlandia, atau keduanya.

Pengertian Kewarganegaraan




Kewarganegaraan merupakan keanggotaan seseorang dalam kontrol satuan politik tertentu (secara khusus: negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya.

Contoh Kasus :
1. Gelombang penolakan terhadap rencana Ketua Umum PSSI, Nurdin Halid, menaturalisasi pemain muda asal Brasil terus bermunculan. Setelah pakar dan pelaku sepakbola nasional bersuara lantang, kini giliran DPR angkat bicara.
Anggota dewan bakal menjegal rencana Nurdin dalam rapat dengar pendapat. DPR menilai Nurdin telah salah mengimplementasikan makna Pasal 20 UU No. 12 Th. 2006 tentang Kewarganegaraan.
“Ini salah kaprah. Hak kewarganegaraan istimewa hanya bisa diberikan pada orang-orang yang telah berjasa pada negara. Bukan pada sembarangan orang yang kita belum tahu asal-usulnya,” ungkap Amuzamil Yusuf, anggota Komisi III DPR yang membidani Hukum dan HAM.
Menurut Zamil, pemain-pemain asal Negeri Samba yang diboyong PSSI belum menunjukkan kontribusi nyata untuk membangun kemajuan sepakbola Indonesia.
“Kalau dasarnya untuk mendongkrak prestasi, kenapa ambil pemain Brasil di level bawah? Hanya pemain yang benar-benar berkualitas yang bisa disodori paspor negara kita,” ungkap anggota DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu.
Jangankan pemain yang jelas, atlet-atlet bulutangkis warga keturunan Cina yang jelas-jelas menyumbangkan gelar juara di pentas internasional banyak yang digantung status kewarganegaraannya.
Zamil mencontohkan kasus yang menimpa pebulutangkis Hendrawan beberapa tahun silam. Karena tak mengantongi Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) runner-up Olimpiade Sydney itu kesulitan mengurus surat kelahiran anaknya. Saat mencoba mengurus SBKRI ke pihak keimigrasian, suami Silvia Angraeni itu dipaksa menunggu selama setahun tanpa kejelasan.
“Beruntung saat mengadu ke Presiden RI waktu itu, Megawati Soekarnoputri, SBKRI bisa kelar pada tahun 2000. Kini SBKRI dihapus pemerintah,” kenang Hendrawan.
Ditolak Menegpora
 Kasus lain yang tak kalah mengenaskan menimpa pasangan pebulutangkis Alan Budi Kusuma-Susy Susanti. Suami-istri peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 itu baru mendapat hak kewarganegaraan penuh atas campur tangan Wapres Try Sutrisno (1992).
“Bisa dibayangkan begitu sulitnya menjadi orang Indonesia. DPR tak akan menjegal PSSI melakukan naturalisasi asal tak menyalahi UU dan berjalan sewajarnya,” tambah Zamil.
Maksud sewajarnya adalah sudah bermukim lima tahun di Indonesia dan prestasinya diakui publik sepakbola nasional. “Yang terpenting dia tak bisa mengantongi kewarganegaraan ganda. Jangan sampai motivasinya hanya karena urusan cari makan, begitu pensiun mudik lagi ke negaranya,” jabar Zamil.
Menegpora Adhyaksa Dault pun siap menghadang naturalisasi instan. “Jangan karena kita mengalami rentetan kegagalan lalu menempuh jalan instan. Naturalisasi bukan solusi yang baik. Ini sama saja menjual harga diri bangsa. PSSI harus memberikan alasan konkret di balik dikeluarkannya kebijakan ini,” tegas Adhyaksa di Bandung.
Kalau koor penolakan begitu kencang, apa lagi yang ditunggu? Katakan tidak pada naturalisasi instan!
Pasal 20 UU No. 12 Tahun 2006
Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.


2. Tong Sin Fu
Masalah Kewarganegaraan Membuatnya Hijrah
Miris, melihat kesuksesan pemain-pemain China terutama di tunggal putra ternyata diarsiteki oleh Putra Bangsa Indonesia "TONG SIN FU". Selain Lin Dan, sederet pemain China juga berhasil dipoles oleh tangan dingin Om Tong, demikian biasa beliau dipanggil. Adalah Chen Jin. Bao Cun Lai memperpanjang daftar keberhasilan Om Tong.
Tong Sin Fu memang warga keturunan. Namun beliau Lahir di Indonesia, besar di Indonesia, berkarya di Indonesia. Hanya karena masalah kewarganegaraan memaksanya hijrah ke negeri ''Tirai Bambu''. Tanyalah kepada beliau betapa besar cintanya kepada Indonesia, betapa besar keinginannya untuk kembali berkarya di Indonesia. Namun perhatian pemerintah terhadap masalah kewarganegaraan membuatnya urung kembali ke negara tercintanya.
Seandainya pemerintah tanggap dan peduli akan permasalahan ini, bukan tidak mungkin melalui tangan dinginnya Indonesia akan melahirkan pemain-pemain tingkat dunia yang handal.
Kasus serupa pernah menimpa pemain-pemain Indonesia lainya dan bahkan sampai saat ini mereka masih mengalami hal serupa.
Jika kasus ini kembali terulang, maka akan lebih banyak Tong Sin Fu, Tong Sin Fu lain yang akan hengkang ke luar negeri. 

CONTOH KASUS MENGENAI STATUS KEWARGANEGARAAN ANAK PERKAWINAN CAMPURAN



Anak hasil perkawinan campuran
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal, dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62 Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia. Keterangan tentang bertempat tinggal dan berada di Indonesia itu tidak berlaku terhadap anak-anak yang karena ayahnya memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia menjadi tanpa kewarga-negaraan.”
Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran bisa menjadi warganegara Indonesia dan bisa menjadi warganegara asing :
1. Menjadi warganegara Indonesia
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warga negara asing dengan pria warganegara Indonesia (pasal 1 huruf b UU No.62 Tahun 1958), maka kewarganegaraan anak mengikuti ayahnya, kalaupun Ibu dapat memberikan kewarganegaraannya, si anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya. Bila suami meninggal dunia dan anak anak masih dibawah umur tidak jelas apakah istri dapat menjadi wali bagi anak anak nya yang menjadi WNI di Indonesia. Bila suami (yang berstatus pegawai negeri)meningggal tidak jelas apakah istri (WNA) dapat memperoleh pensiun suami.
2. Menjadi warganegara asing
Apabila anak tersebut lahir dari perkawinan antara seorang wanita warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Anak tersebut sejak lahirnya dianggap sebagai warga negara asing sehingga harus dibuatkan Paspor di Kedutaan Besar Ayahnya, dan dibuatkan kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) yang harus terus diperpanjang dan biaya pengurusannya tidak murah. Dalam hal terjadi perceraian, akan sulit bagi ibu untuk mengasuh anaknya, walaupun pada pasal 3 UU No.62tahun 1958 dimungkinkan bagi seorang ibu WNI yang bercerai untuk memohon kewarganegaraan Indonesia bagi anaknya yang masih di bawah umur dan berada dibawah pengasuhannya, namun dalam praktek hal ini sulit dilakukan.
Masih terkait dengan kewarganegaraan anak, dalam UU No.62 Tahun 1958, hilangnya kewarganegaraan ayah juga mengakibatkan hilangnya kewarganegaraan anak-anaknya yang memiliki hubungan hukum dengannya dan belum dewasa (belum berusia 18 tahun atau belum menikah). Hilangnya kewarganegaraan ibu, juga mengakibatkan kewarganegaraan anak yang belum dewasa (belum berusia 18 tahun/ belum menikah) menjadi hilang (apabila anak tersebut tidak memiliki hubungan hukum dengan ayahnya).
Menurut UU Kewarganegaraan Baru
1. Pengaturan Mengenai Anak Hasil Perkawinan Campuran
Undang-Undang kewarganegaraan yang baru memuat asas-asas kewarganegaraan umum atau universal. Adapun asas-asas yang dianut dalam Undang-Undang ini sebagai berikut:
1. Asas ius sanguinis (law of the blood) adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran.
2. Asas ius soli (law of the soil) secara terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
3. Asas kewarganegaraan tunggal adalah asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas adalah asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Undang-Undang ini pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian.
Mengenai hilangnya kewarganegaraan anak, maka hilangnya kewarganegaraan ayah atau ibu (apabila anak tersebut tidak punya hubungan hukum dengan ayahnya) tidak secara otomatis menyebabkan kewarganegaraan anak menjadi hilang.
2. Kewarganegaraan Ganda Pada Anak Hasil Perkawinan Campuran
Berdasarkan UU ini anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, sama-sama diakui sebagai warga negara Indonesia.
Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda , dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya. Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin.
Pemberian kewarganegaraan ganda ini merupakan terobosan baru yang positif bagi anak-anak hasil dari perkawinan campuran. Namun perlu ditelaah, apakah pemberian kewaranegaraan ini akan menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari atau tidak. Memiliki kewarganegaraan ganda berarti tunduk pada dua yurisdiksi.
Indonesia memiliki sistem hukum perdata internasional peninggalan Hindia Belanda. Dalam hal status personal indonesia menganut asas konkordasi, yang antaranya tercantum dalam Pasal 16 A.B. (mengikuti pasal 6 AB Belanda, yang disalin lagi dari pasal 3 Code Civil Perancis). Berdasarkan pasal 16 AB tersebut dianut prinsip nasionalitas untuk status personal. Hal ini berati warga negara indonesia yang berada di luar negeri, sepanjang mengenai hal-hal yang terkait dengan status personalnya , tetap berada di bawah lingkungan kekuasaan hukum nasional indonesia, sebaliknya, menurut jurisprudensi, maka orang-orang asing yang berada dalam wilayah Republik indonesia dipergunakan juga hukum nasional mereka sepanjang hal tersebut masuk dalam bidang status personal mereka. Dalam jurisprudensi indonesia yang termasuk status personal antara lain perceraian, pembatalan perkawinan, perwalian anak-anak, wewenang hukum, dan kewenangan melakukan perbuatan hukum, soal nama, soal status anak-anak yang dibawah umur.
Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda juga memiliki potensi masalah, misalnya dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak berarti akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana bila ada pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti kaidah negara yang mana. Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain.
Sebagai contoh adalah dalam hal perkawinan, menurut hukum Indonesia, terdapat syarat materil dan formil yang perlu dipenuhi. Ketika seorang anak yang belum berusia 18 tahun hendak menikah maka harus memuhi kedua syarat tersebut. Syarat materil harus mengikuti hukum Indonesia sedangkan syarat formil mengikuti hukum tempat perkawinan dilangsungkan. Misalkan anak tersebut hendak menikahi pamannya sendiri (hubungan darah garis lurus ke atas), berdasarkan syarat materiil hukum Indonesia hal tersebut dilarang (pasal 8 UU No.1 tahun 1974), namun berdasarkan hukum dari negara pemberi kewarganegaraan yang lain, hal tersebut diizinkan, lalu itu semua tergatung dari ketentuan mana yang harus diikutinya. Hal tersebut yang tampaknya perlu dipikirkan dan dikaji oleh para ahli hukum perdata internasional sehubungan dengan kewarganegaraan ganda ini.