Senin, 03 Desember 2012

Manusia dan Kebudayaan


Manusia dan Kebudayaan

Banyak pakar dalam bidang sosial mendefinisikan kebudayaan secara istilah, diantaranya dua antropolog Melville J. Herkovits dan Bronislaw Malinowski yang mengemukakan bahwa Cultural Determinism berarti segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain (superorganic). Karena pengertian kebudayaan meliputi berbagai bidang, maka sulit ditentukan arti dari kebudayaan. Contohnya dalam keseharian, istilah kebudayaan diartikan dengan kesenian, entah seni suara, tari, wayang, dsb.

Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
3. Koentjaraningrat
4. Dr. K. Kupper
5. William H. Haviland
6. Ki Hajar Dewantara
7. Francis Merill
8. Bounded et.al
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
10. Robert H Lowie
11. Arkeolog R. Seokmono
12. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi
13. Andreas Eppink
14. Sutan Takdir Alisyahbana
15. A. L Kroeber dan C. Kluckhohn
16. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996: 149)
17. Kamus Umum Bahasa Indonesia (Badudu- Zain)

Kebudayaan adalah,
 1 segala sesuatu yang dilakukan oleh manusia sebagai hasil pemikiran dan akal budinya;
 2 Kebudayaan juga merupakan sistem nilai dan gagasan utama yang vital karena memberikan pola untuk bertingkah laku kepada masyarakatnya atau memberi seperangkat model untuk bertingkah laku. Pada hakekatnya sistem nilai dan gagasan utama ini diperinci oleh sistem ideologi, sistem sosial, dan sistem teknologi.

Sistem ideologi meliputi etika, norma, adat istiadat, peraturan hukum yang berfungsi sebagai pengarahan untuk sistem sosial dan berupa interpretasi operasional dari sistem nilai dan gagasan utama. Sistem sosial meliputi hubungan dan kegiatan sosial di dalam masyarakat, baik dengan kerabat, masyarakat luas, bahkan pemimpin. Sistem teknologi meliputi segala perhatian serta penggunaannya.

Studi Kasus

Ramah, suka gotong-royong, dan jujur merupakan bagian secuil dari contoh kebudayaan yang dimaksud Dr. K. Kupper. Namun sebutan itu hanya cocok untuk Indonesia periode setelah kemerdekaan hingga turunnya Presiden Soeharto. Mengapa? Mari kita bayangkan sejenak bahwa sekarang, apakah Indonesia masih memiliki kebudayaan tersebut?

Indonesia yang terkenal dengan kaya sumber daya alamnya, pulau yang jumlahnya sampai ribuan pastilah memiliki banyak aturan-aturan juga tatanan dalam berkehidupan bermasyarakat. Itulah yang menjadi penyebab banyaknya kebudayaan dan karena saling toleransi yang berlebihan dan banyaknya orang-orang yang berpikiran terbuka tanpa menyaring segala informasi yang masuk telah membuat kebudayaan yang harusnya dilestarikan ini malah terkikis. Pastilah tidak hanya kebudayaan berwujud gagasan, pikiran, konsep, pikiran, dan aktivitas saja tapi juga kebendaan yang harus dilestarikan.

Sebagai pemuda yang produktif, kita dituntut untuk menjaga kelestarian budaya yang selama ini sudah dikesampingkan hingga pada puncaknya pengakuan kebudayaan oleh negara lain. Mungkin dari hal sepele seperti keramah-tamahan, gotong-royong, dan kejujuran yang mulai dilupakan inilah penyebab kita melupakan hal yang lebih vital. Mari pertahankan!
Opini saya :
Menurut saya kebudayaan merupakan suatu kebiasaan dari sebuah kelompok manusia yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan sampai saat ini masih di lakukan oleh sebagian orang. Dengan adanya kebudayaan di Indonesia yang sangat beragam, marilah kita jadikan hal tersebut untuk mempererat rasa kesatuan bangsa kita.




Daftar Pustaka:
Nugroho, Widyo., Achmad, Muchji (1993). MKDU: Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: Universitas Gunadarma
Koentjaraningrat, 1974, Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru
Badudu, J.S., Sutan, Mohammad Zain (2001). Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
From: id.wikipedia.org/wiki/Budaya, diakses 12 Februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar