1. Pendahuluan
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah.Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005) Globalisasi ditandai oleh ambivalensi – yaitu tampak sebagai “berkah” di satu sisi tetapi sekaligus menjadi “kutukan” di sisi lain. Tampak sebagai “kegembiraan” pada satu pihak tetapi sekaligus menjadi “kepedihan” di pihak lainnya. Globalisasi pendidikan di Indonesia juga ditandai oleh ambivalensi yaitu berada pada kebingungan, karena ingin mengejar ketertinggalan untuk menyamai kualitas pendidikan Internasional, kenyataannya Indonesia belum siap untuk mencapai kualitas tersebut. Padahal kalau tidak ikut arus globalisasi ini Indonesia akan semakin tertinggal.
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Munculnya istilah
globalisasi/liberalisasi pendidikan tinggi bermula dari WTO yang menganggap
pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan.
Tiga negara yang paling mendapatkan keuntungan besar dari liberalisasi jasa
pendidikan adalah Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia (Enders dan
Fulton, Eds., 2002, hh 104-105).
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Menurut pembukaan
UUD 1945 alinea ke-4, pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sementara pada pasal 28 B ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap orang
berhak mengembangkan pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya, demi kesejahteraan umat
manusia” dan pasal 31 ayat (1) mengamanatkan bahwa “Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan”
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Konstitusi itu
menunjukkan kalau rakyat mempunyai kedudukan yang sama untuk dan di dalam
memperoleh pendidikan yang tepat yang bisa membebaskannya dari kebodohan atau
bisa mengantarkannya menjadi manusia-manusia berguna. Kata “setiap” dalam
konstitusi tersebut artinya setiap orang, tanpa membedakan gender, strata
sosial, etnis, golongan, agama dan status apapun berhak untuk memperoleh
perlindungan di bidang pendidikan. Hak pendidikan menjadi hak setiap warga
negara, karena jika hak ini berhasil diimplementasikan dengan baik, maka bangsa
ini pun akan memperoleh kemajuannya. Karena pendidikan merupakan pondasi
kehidupan bernegara. Pendidikan memiliki peran kunci dan strategis dalam
memajukan sebuah bangsa. Dari pendidikan sebuah bangsa bisa dibuat maju atau
mundur ke belakang.
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Berdasarkan UU No.
20 tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan formal di Indonesia bermula dari TK
selama dua tahun dilanjutkan Sekolah Dasar hingga kelas enam. Lulusan sekolah
dasar melanjut ke sekolah menengah pertama selama tiga tahun dan sekolah
menengah atas tiga tahun berikutnya. Lulusan SMU dapat memilih untuk memperoleh
gelar diploma atau sarjana atau bentuk pendidikan tinggi lain.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :
• Masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat Indonesia
• Kedua, menyangkut masalah globalisasi
• Perkembangan dan kemajuan teknologi.
Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia bisa dilihat dari tiga hal :
• Masalah peningkatan mutu manusia dan masyarakat Indonesia
• Kedua, menyangkut masalah globalisasi
• Perkembangan dan kemajuan teknologi.
Pendidikan merupakan aspek penting dalam era globalisasi.
Tiga persoalan ini sangat berpengaruh dalam perkembangan dunia pendidikan.
Sebab peningkatan SDM, yang menjadi tugas dan tanggung jawab utama pendidikan,
sangat dipengaruhi faktor globalisasi dan teknologi. Pengaruh globalisasi,
kemajuan teknologi dan informasi serta perubahan nilai-nilai sosial harus
diperhitungkan dalam penyelenggaran pendidikan, apalagi tanggung jawab dunia
pendidikan untuk mencapai tujuan pokok melahirkan manusia yang berkualitas
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Pendidikan mulai
diperhitungkan lebih serius sebagai tonggak utama dalam pertumbuhan dan
pembangunan dalam konsepsi knowledge economy, terutama karena terjadinya
pergeseran besar dari orientasi kerja otot (muscles work) ke kerja mental
(mental works). Dalam konsepsi ini, peranan dan penguasaan informasi sedemikian
vitalnya, sehingga kebutuhan dalam proses pengumpulan, penyaringan, dan analisa
informasi menjadi sedemikian penting.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang disertai dengan
semakin kencangnya arus globalisasi dunia membawa dampak tersendiri bagi dunia
pendidikan. Teknologi berkembang sangat pesat, pemerintah juga jadi kerepotan
dan akhirnya mengubah kurikulum pendidikan di Indonesia disesuaikan dengan
tuntutan era globalisasi. Padahal kurikulum di Indonesia itu sudah berulang
kali dimodifikasi, bahkan diubah-ubah. Bahkan sering ada anggapan bahwa setiap
kali ganti menteri tentu ganti kurikulum. Yang lebih membingungkan lagi, setiap
terjadi perubahan pendekatan atau teori selalu disertai dengan berbagai jargon
dan istilah-istilah baru. Dulu CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), kemudian link
and match, kemudian KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) dan terakhir adalah
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Berikutnya entah berbasis apa lagi.
Ujungnya selalu saja ganti buku, ganti cara membuat persiapan mengajar, ganti
cara ulangan, ganti cara tampil di kelas dan sebagainya. Bahkan, sering
terjadi, kurikulum telah dimodifikasi lagi ketika kurikulum lama belum sampai
di sekolah.
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Menurut Alex
Maryunis Kurikulum itu terdiri dari: alat dasar; dokumen tertulis; pelaksanaan
dan hasil belajar. Yang sering digonta ganti dan dimodifikasi atau diubah-ubah
itu adalah pada dokumen tertulisnya. Gonta ganti kurikulum memperlihatkan
bagaimana pendidikan dibereskan dengan metode tambal sulam.
2. Dampak Globalisasi dalam dunia Pendidikan
Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing, computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi. Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk mencari peserta didik.
Banyak sekolah di indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini mulai melakukan globalisasi dalam sistem pendidikan internal sekolah. Hal ini terlihat pada sekolah – sekolah yang dikenal dengan billingual school, dengan diterapkannya bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin sebagai mata ajar wajib sekolah. Selain itu berbagai jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang membuka program kelas internasional. Globalisasi pendidikan dilakukan untuk menjawab kebutuhan pasar akan tenaga kerja berkualitas yang semakin ketat. Dengan globalisasi pendidikan diharapkan tenaga kerja Indonesia dapat bersaing di pasar dunia. Apalagi dengan akan diterapkannya perdagangan bebas, misalnya dalam lingkup negara-negara ASEAN, mau tidak mau dunia pendidikan di Indonesia harus menghasilkan lulusan yang siap kerja agar tidak menjadi “budak” di negeri sendiri. Pendidikan model ini juga membuat siswa memperoleh keterampilan teknis yang komplit dan detil, mulai dari bahasa asing, computer, internet sampai tata pergaulan dengan orang asing dan lain-lain. sisi positif lain dari liberalisasi pendidikan yaitu adanya kompetisi. Sekolah-sekolah saling berkompetisi meningkatkan kualitas pendidikannya untuk mencari peserta didik.
Globalisasi seperti gelombang yang akan menerjang, tidak ada
kompromi, kalau kita tidak siap maka kita akan diterjang, kalau kita tidak
mampu maka kita akan menjadi orang tak berguna dan kita hanya akan jadi
penonton saja. Akibatnya banyak Desakan dari orang tua yang menuntut sekolah
menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional dan desakan dari siswa untuk
bisa ikut ujian sertifikasi internasional. Sehingga sekolah yang masih
konvensional banyak ditinggalkan siswa dan pada akhirnya banyak pula yang
gulung tikar alias tutup karena tidak mendapatkan siswa.
Implikasinya, muncullah :
• Home schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global
• Virtual School dan Virtual University
Munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan
• Model Cross Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing ; contohnya United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.
• Model Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain; contoh : yaitu hadirnya banyak para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan ternama yang ada di luar negeri.
• Model Movement of Natural Persons. Dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen. Contohnya dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia (tidak gratis tentunya).
• Model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Implikasinya, muncullah :
• Home schooling, yang melayani siswa memenuhi harapan siswa dan orang tua karena tuntutan global
• Virtual School dan Virtual University
Munculnya alternatif lain dalam memilih pendidikan
• Model Cross Border Supply, yaitu pembelajaran jarak jauh (distance learning), pendidikan maya (virtual education) yang diadakan oleh Perguruan Tinggi Asing ; contohnya United Kingdom Open University dan Michigan Virtual University.
• Model Consumption Aboard, lembaga pendidikan suatu negara menjual jasa pendidikan dengan menghadirkan konsumen dari negara lain; contoh : yaitu hadirnya banyak para pemuda Indonesia menuntut ilmu membeli jasa pendidikan ke lembaga-lembaga pendidikan ternama yang ada di luar negeri.
• Model Movement of Natural Persons. Dalam hal ini lembaga pendidikan di suatu negara menjual jasa pendidikan ke konsumen di negara lain dengan cara mengirimkan personelnya ke negara konsumen. Contohnya dengan mendatangkan dosen tamu dari luar negeri bekerja sama dengan perguruan tinggi yang ada di Indonesia (tidak gratis tentunya).
• Model Commercial Presence, yaitu penjualan jasa pendidikan oleh lembaga di suatu negara bagi konsumen yang berada di negara lain dengan mewajibkan kehadiran secara fisik lembaga penjual jasa dari negara tersebut.
Persaingan untuk menciptakan negara yang kuat terutama di
bidang ekonomi, sehingga dapat masuk dalam jajaran raksasa ekonomi dunia tentu
saja sangat membutuhkan kombinasi antara kemampuan otak yang mumpuni disertai
dengan keterampilan daya cipta yang tinggi. Salah satu kuncinya adalah
globalisasi pendidikan yang dipadukan dengan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Selain itu hendaknya peningkatan kualitas pendidikan hendaknya selaras dengan
kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Tidak dapat kita pungkiri bahwa masih
banyak masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal
ini, untuk dapat menikmati pendidikan dengan kualitas yang baik tadi tentu saja
memerlukan biaya yang cukup besar. Tentu saja hal ini menjadi salah satu
penyebab globalisasi pendidikan belum dirasakan oleh semua kalangan masyarakat.
Sebagai contoh untuk dapat menikmati program kelas Internasional di perguruan
tinggi terkemuka di tanah air diperlukan dana lebih dari 50 juta. Alhasil hal
tersebut hanya dapat dinikmati golongan kelas atas yang mapan. Dengan kata lain
yang maju semakin maju, dan golongan yang terpinggirkan akan semakin
terpinggirkan dan tenggelam dalam arus globalisasi yang semakin kencang yang
dapat menyeret mereka dalam jurang kemiskinan. Masyarakat kelas atas
menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan
ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak
mereka di sekolah biasa. Ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang
berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah
tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan
karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam.
Selain itu ketidaksiapan sekolah dalam menyelenggarakan
pendidikan bertaraf internasional dan ketidaksiapan guru yang berkompeten dalam
menyelenggarakan pendidikan tersebut merupakan perpaduan yang klop untuk
menghasilkan lulusan yang tidak siap pula berkompetisi di era globalisasi ini
alias lulusan yang kurang berkualitas. Seperti yang dilansir KOMPAS.com tanggal
28 Oktober 2009 menyebutkan bahwa tiga hasil studi internasional menyatakan,
kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur secara signifikan
ternyata berada di bawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500. Jika
dibandingkan dengan siswa internasional, siswa Indonesia hanya mampu menjawab soal
dalam kategori rendah dan sedikit sekali, bahkan hampir tidak ada yang dapat
menjawab soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi. hasil tiga studi tersebut
mengemuka dalam seminar Mutu Pendidikan dan Menengah Hasil Penelitian Puspendik
2009 di Gedung Depdiknas, Jakarta, Rabu (28/10). Masih dalam Kompas.com tanggal
28 Oktober 2009 menyebutkan salah satu penelitian yang mengungkap lemahnya
kemampuan siswa, dalam hal ini siswa kelas IV SD/MI, adalah penelitian Progress
in International Reading Literacy Study (PIRLS), yaitu studi internasional
dalam bidang membaca pada anak-anak di seluruh dunia yg disponsori oleh The
International Association for the Evaluation Achievement. Hasil studi
menunjukkan bahwa rata-rata anak Indonesia berada pada urutan keempat dari
bawah dari 45 negara di dunia. Demikian hasil studi tersebut dipaparkan dalam
laporan penelitian “Studi Penilaian Kemampuan Guru Melalui Video dengan
Memanfaatkan Data PIRLS” oleh Prof Dr Suhardjono dari Pusat Penelitian
Pendidikan Depdiknas di Jakarta, Rabu (28/10). Dalam laporan tersebut,
Suhardjono menuturkan, muara dari lemahnya pembelajaran membaca patut diduga
karena kemampuan guru dan kondisi sekolah.
Dalam lansiran lain di Kompas.com tanggal 19 Juni 2009 Ir
Hafilia R. Ismanto MM., Direktur Bidang Akademik LBPP LIA, menyebutkan bahwa
sampai saat ini masih banyak guru belum berhasil untuk dijadikan role model
sebagai pengguna Bahasa Inggris yang baik, penyebab hal tersebut karena selama
ini pihak sekolah dan guru belum melakukan pendekatan integrasi antara content
atau mata pelajaran dan Bahasa Inggris. Tidak semua guru mata pelajaran bisa
diberdayakan untuk memberikan materi berbahasa Inggris, kecuali para guru itu
memang benar-benar siap.
Pendidikan di Indonesia sekarang membuat rakyat biasa sangat
menderita. Pendidikan menjadi sesuatu yang tak terjangkau rakyat kecil. Tidak
ada penggolongan orang miskin dan orang kaya. Lembaga pendidikan telah
dijadikan ladang bisnis dan dikomersialkan.
Kebijakan yang mahal ini memang sangat merisaukan karena
akan mengubur impian mobilitas kelas sosial bawah untuk memperbaiki status
kelasnya. Melalui sistem ini, maka yang bisa diserap dalam lingkungan
pendidikan adalah mereka yang memiliki modal yang cukup. Sekolah kian menjadi
lembaga elite dan bahkan menjadi kekuatan yang menghadang arus mobilitas
vertikal kelas sosial bawah. Dalam beberapa aktivitasnya bahkan sekolah ikut
terlibat melegitimasi tatanan yang timpang. Jika diusut penyebab ini semua,
tentu jawabannya adalah kebijakan ekonomi neoliberal. Neoliberalisme berangkat
dari keyakinan akan kedigdayaan pasar serta pelumpuhan kekuasaan negara.
Sekolah tidak perlu menjadi tanggungan negara, cukup diberikan pada mekanisme
pasar. Biarlah pasar yang akan menyeleksi mana sekolah yang patut dipertahankan
dan mana yang harus gulung tikar. Di situ pendidikan berangsur-angsur menjadi
tempat eksklusif yang memberi pelayanan hanya pada mereka yang kuat membayar.
Implikasinya, jutaan rakyat Indonesia belum memperoleh
pendidikan yang layak. Bahkan tidak sedikit pula yang masih berkategori
masyarakat buta huruf. Mereka belum bisa menikmati dunia pendidikan seperti
anggota masyarakat yang mampu “membeli” dan menikmati pendidikan. Masyarakat
demikian mencerminkan suatu kesenjangan yang serius karena di satu sisi ada
sebagian yang bisa membeli politik komoditi pendidikan secara mahal. Sementara
tidak sedikit anggota masyarakat yang tidak cukup punya kemampuan ekonomi untuk
bisa membebaskan diri dari buta huruf akibat dunia pendidikan yang tidak
berpihak secara manusiawi kepada dirinya. Biaya pendidikan yang melangit ini
terjadi di dunia pendidikan dasar, menengah hingga pendidikan tinggi.
Tidak hanya itu implikasi dari makin mahalnya biaya
pendidikan. Kualitas mahasiswa yang masuk perguruan tinggi pun nantinya patut
dipertanyakan karena bukan tidak mungkin uang yang akan berbicara. Siapa yang
lebih banyak dia yang akan menang. Bisa jadi mereka yang memiliki kemampuan
intelektual pas-pasan bisa mengenyam pendidikan di jurusan dan universitas
favorit karena dia bisa membayar biaya yang cukup tinggi. Sementara itu, mereka
yang memiliki kemampuan lebih tidak bisa menyandang gelar mahasiswa lantaran
tidak memiliki kemampuan finansial.
Realitas menunjukkan, krisis yang menimpa dunia pendidikan
di Indonesia, khususnya kualitas pendidikan yang rendah, merupakan persoalan
yang sangat kompleks. Prasarana, sarana, dan fasilitas kurang memadai, anggaran
pendidikan nasional yang sangat minim, dan banyaknya guru yang mengajar tidak
sesuai dengan keahlian atau memang belum layak disebut guru merupakan faktor
yang ikut menyulitkan pengembangan kualitas pendidikan.
Selain itu telah muncul banyak pernyataan dan keluhan
tentang rendahnya kualitas sumber daya manusia Indonesia, yang tentu saja
terkait dengan mutu lulusan yang dihasilkan oleh sistem pendidikan. Padahal,
anggaran negara yang dialokasikan untuk pendidikan itu selalu bertambah dari
tahun ke tahun. Sungguh ironis memang, anggaran selalu naik tetapi kualitas
lulusan tetap rendah dan justru dirasakan semakin mahal. Mengapa hal seperti
ini terjadi, padahal kurikulum dan buku, entah sudah berapa kali diubah. Entah
sudah berapa macam metode mengajar yang ditatarkan kepada guru. Akankah keadaan
ini dibiarkan terus berlanjut? Jika tak menghasilkan lulusan yang berkualitas
dan dapat diandalkan, dapatkah pendidikan itu disebut sebuah investasi untuk
masa depan?
Namun seringkali masyarakat hanya dibuai oleh janji-janji
anggaran atau kebijakan bertemakan “alokasi”. Faktanya mimpi masyarakat ini
sulit terkabul dengan alas an-alasan yang politis. Pejabat belum sungguh-sungguh
menempatkan dunia pendidikan ini sebagai penyangga kemajuan bangsa.
Kenyataannya memang demikian. Subsidi pemerintah pemerintah perlahan menyurut
hingga tak lagi dapat mencukupi kebutuhan universitas. Namun di balik itu semua
ada hal yang terlewatkan oleh para pimpinan universitas sebagai makin mahalnya
biaya pendidikan. Yakni, kaum miskin hanya bisa gigit jari karena tidak dapat
meneruskan ke jenjang pendidikan tinggi.
Selain itu banyak penyelewengan-penyelewengan anggaran
pendidikan yang dilakukan oleh dilakukan aparat dinas pendidikan di daerah dan
sekolah. Peluang penyelewengan dana pendidikan itu terutama dalam alokasi dana
rehabilitasi dan pengadaan sarana prasarana sekolah serta dana operasional
sekolah. Temuan tersebut dipaparkan oleh Febri Hendri, Peneliti Senior
Indonesia Corruption Watch (ICW) saat menyoal Evaluasi Kinerja Departemen
Pendidikan Nasional Periode 2004 – 2009 di Jakarta, Rabu (9/9). Menurut Febri,
selama kurun waktu 2004-2009, sedikitnya terungkap 142 kasus korupsi di sektor
pendidikan. Kerugian negara mencapai Rp 243,3 miliar. (Kompas.com tanggal 9
September 2009).
Padahal tujuan utama dari pengucuran dana pendidikan
tersebut seperti dana BOS adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan, menaikkan
kualitas tenaga pendidik supaya siswa Indonesia memiliki daya saing di tingkat
internasional. Namun apa yang terjadi selain penyelewengan seperti yang
disebutkan di atas, terjadi penggunaan dana BOS yang belum tepat seperti yang
dimuat Kompas.com tanggal 28 Oktober 2009 yang merupakan hasil penelitian
bidang pendidikan berkerja sama dengan Pusat Penelitian Depdiknas yang dibahas
dalam seminar bertajuk Mutu Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipaparkan oleh
Bahar Sinring, Dekan Fakultas Muslim Indonesia Makassar menyebutkan bahwa Dari
penggunaan dana BOS di tiap provinsi terlihat bahwa pemanfaatan untuk gaji guru
atau tenaga administrasi honorer mengambil porsi yang cukup besar sekitar 20-40
persen. Akibatnya, dana BOS yang dapat dinikmati siswa, termasuk untuk membantu
siswa miskin, berkurang. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan diketahui
bahwa enam dari sepuluh sekolah menyimpangkan dana Bantuan Operasional Sekolah
(BOS). Rata-rata penyimpangan itu senilai Rp 13,7 juta.
Menurut Ade (dalam Kompas.com 9 September 2009 kebocoran
anggaran ataupun dalam bentuk paling parah seperti korupsi pendidikan, ini
menyebabkan berkurangnya anggaran dan dana pendidikan, merusak mental birokrasi
pendidikan, meningkatkan beban biaya yang harus ditanggung masyarakat, dan
turunnya kualitas layanan pendidikan. Bahkan, dalam beberapa kasus, korupsi
pendidikan telah membahayakan nyawa peserta didik dalam bentuk ambruknya gedung
sekolah.
3. Kaitan Globalisasi Pendidikan dengan dunia Perpustakaan
Keberadaan Perpustakaan tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan, Karena perpustakaan merupakan lembaga yang mampu menunjang proses pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pada gilirannya dalam rangka membangun kehidupan masa depan yang maju dan sejahtera.
Keberadaan Perpustakaan tidak bisa dipisahkan dengan dunia pendidikan, Karena perpustakaan merupakan lembaga yang mampu menunjang proses pendidikan dalam mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pada gilirannya dalam rangka membangun kehidupan masa depan yang maju dan sejahtera.
Oleh karena itulah sesuai dengan perkembangan zaman terutama
di era globalisasi ini perpustakaan harus terus berbenah diri dan meningkatkan
kualitas layanan. Bahkan di perguruan tinggi perpustakaan sudah menjadi tolok
ukur kualitas lulusan yang dihasilkan seperti yang dipaparkan oleh Hermawan dan
Zen (2006) “Pentingnya perpustakaan perguruan tinggi telah menjadi salah satu indikator
mutu pendidikan di perguruan tinggi. Makin baik perpustakaannya maka makin baik
pula mutu luaran perguruan tinggi tersebut”.
Dampak positif globalisasi pendidikan terhadap perpustakaan
dapat dilihat dari meningkatnya kualitas layanan yang ada di perpustakaan,
misalnya dengan diadakannya layanan-layanan yang sifatnya mengglobal seperti
internet, fasilitas wi-fi. Selain itu koleksi-koleksi perpustakaan juga mulai
bervariasi dan disesuaikan dengan internasionalisasi lembaga pendidikan yang
menaunginya, seperti jumlah dan kualitas koleksi buku berbahasa Inggris semakin
diperbanyak dan dilanggannya jurnal-jurnal yang standar internasional.
Penyelenggaraan yang standar internasional ini tentunya membutuhkan biaya yang
tidak murah, karena sudah diketahui oleh umum bahwa harga buku –buku berbahasa
Inggris harganya lebih mahal dibanding buku berbahasa Indonesia, dan untuk
melanggan satu jurnal internasional juga harganya bisa mencapai puluhan juta
rupiah.
Karena biaya yang tinggi tersebutlah, yang mampu menyelenggarakan
perpustakaan dengan layanan dan kualitas yang baik tentunya perpustkaaan yang
berada di lembaga pendidikan yang punya modal dan pimpinan yang perhatian
terhadap perkembangan dan pentingnya perpustakaan. Karena banyak lembaga
pendidikan yang punya modal besar perpustakaannya kurang maju Karena
pimpinannya yang tidak terlalu perhatian terhadap perpustakaan. Hal yang lebih
parah lagi tentunya dialami oleh perpustakaan yang berada di lembaga-lembaga
pendidikan yang modalnya kecil. Jangankan untuk meningkatkan layanan dan
koleksi yang bersifat internasional, untuk merawat koleksi yang ada pun kadang
masih terseok-seok. Sehingga dengan adanya globalisasi ini perpustakaan
tersebut semakin tertinggal.
Namun untuk perpustakaan yang sudah bisa mengadakan dan
menyesuaikan layanan dan koleksinya dengan standar internasional pun bukan
berarti tanpa masalah. Banyak terjadi perpustakaan sudah banyak mengeluarkan
biaya untuk menambah jumlah koleksi dan melanggan jurnal internasional dengan
harga mahal, namun tingkat pemakaian dari penggunanya masih sangat rendah
dibanding penggunaan koleksi atau jurnal-jurnal yang berbahasa Indonesia. Ini
artinya pengguna perpustakaan masih banyak yang belum siap dengan standar
internasional.
Untuk menjawab perkembangan di dunia pendidikan ini maka
mulai dari sekarang perpustakaan dan pustakawan harus mau dan mampu mengikuti
perkembangan tersebut. Pustakawan diharapkan mampu mengubah dan mengembangkan
dirinya seiring dengan tuntutan perubahan. Pengembangan yang dimaksud adalah:
*. memahami peranannya atas dasar pola kemitraan bukan melayani
*. memberikan makna/kontribusi bagi lembaganya (dalam hal ini sekolah atau perguruan tinggi) tidak sekedar fokus pada disiplin ilmu perpustakaan
*. integrasi
*. mampu mentransfer kemampuannya melalui pelatihan dan pembinaan, sehingga penggunanya dapat memanfaatkan layanan-layanan yang ada di perpustakaan secara optimal.
*. Inovasi
*. memahami peranannya atas dasar pola kemitraan bukan melayani
*. memberikan makna/kontribusi bagi lembaganya (dalam hal ini sekolah atau perguruan tinggi) tidak sekedar fokus pada disiplin ilmu perpustakaan
*. integrasi
*. mampu mentransfer kemampuannya melalui pelatihan dan pembinaan, sehingga penggunanya dapat memanfaatkan layanan-layanan yang ada di perpustakaan secara optimal.
*. Inovasi
4. Solusi
Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam dunia pendidikan. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini.
Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam dunia pendidikan. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional . Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi. Korupsi mesti segera diberantas, karena korupsi merupakan salah satu yang menghancurkan bangsa ini.
Ide Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Moh. Nuh yang
mengingatkan, bahwa dalam dunia pendidikan tak boleh ada sikap diskriminatif
yang disebabkan adanya perbedaan kaya dengan miskin akibat faktor wilayah kota
dan desa sehingga seseorang kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan.
(Kompas.com tanggal 3 November 2009) Perlu diimplentasikan dan dilaksanakan
dengan segera, agar hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang
layak dapat segera terwujud, dan dapat mendorong lembaga pendidikan untuk
mempertimbangkan kurikulum maupun metodologi yang tidak banyak mengeluarkan
biaya.
Permisi…. Lewat ngoceh sebentar ya….
Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan – Welcome to my
Personal Blog by isomwebs There are many topics about Indonesia like indonesia
tourism, tourist attractions, art dan culture of indonesia, cheap hotels,
indonesian news and entertainment, top celebrities, automotive, education,
healthy, etc. All topics on here such as Dampak Globalisasi di bidang
Pendidikan just for personal notes by blog author and this topic is about Dampak
Globalisasi di bidang Pendidikan
to get any more information for this related topics of HP
dual sim card you can do a search in the category at contoh surat, This topic
is about Aplikasi BBM untuk Android,MAKALAH PENYAKIT MENULAR ,Jenis Konfigurasi
Routing, Makalah Globalisasi, Dampak Globalisasi di bidang Pendidikan by
isomwebs.com
Lanjjjuuuuuutttt,,,,,
Selain itu membuat standar baru tentang kualitas pendidikan
yang tidak saja menyentuh kemampuan dan kreativitas siswa melainkan juga ongkos
sekolah. Kriteria yang mempersyaratkan kemampuan menampung siswa tidak mampu
sekaligus kemampuan untuk mensejahterakan guru. Sekolah tidak lagi diukur dari
kemampuannya mencetak siswa yang pintar melainkan bagaimana mengajarkan siswa
untuk saling bertanggung jawab dan mempunyai solidaritas tinggi. Standar
internasional tentang kemampuan intelektual tidak akan bisa diraih dengan
kondisi struktural yang masih mengalami persoalan ketimpangan dan kesenjangan
sosial.
Selain itu solusi-solusi lain yang dapat dilaksanakan adalah
• Meningkatkan mutu SDM terutama Guru dalam penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya
• Peningkatan Mutu Guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
• Peningkatan Mutu Manajemen sekolah dan Manajemen pelayanan pendidikan
• Peningkatan Mutu sarana dan Prasarana
• Penanaman nilai-nilai keteladanan
• Pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan
• Penelitian dan pengembangan pendidikan
• Meningkatkan mutu SDM terutama Guru dalam penguasaan Bahasa Inggris dan Bahasa Asing lainnya
• Peningkatan Mutu Guru dalam penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
• Peningkatan Mutu Manajemen sekolah dan Manajemen pelayanan pendidikan
• Peningkatan Mutu sarana dan Prasarana
• Penanaman nilai-nilai keteladanan
• Pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan
• Penelitian dan pengembangan pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar